Kalabahi, Alor News – Kajian terbaru mengenai bahasa Alor (Alorese) kembali menegaskan posisi bahasa ini sebagai bahasa Austronesia yang telah berkembang secara mandiri, bukan bagian dari dialek Lamaholot seperti dugaan sebelumnya. Kesimpulan penting ini dihasilkan dari penelitian mendalam oleh Yunus Sulistyono, peneliti dari Universitas Leiden dan Universitas Muhammadiyah Surakarta, melalui analisis fonologi historis lintas dialek yang komprehensif.
Bahasa Alor dalam Sejarah Linguistik NTT
Bahasa Alor dituturkan di sejumlah wilayah pesisir Pulau Alor dan Pantar, termasuk Alor Kecil, Alor Besar, Dulolong, Baranusa, hingga pulau-pulau kecil seperti Buaya dan Ternate. Dengan sekitar 25.000 penutur, bahasa ini pernah menjadi lingua franca wilayah Alor-Pantar sebelum bahasa Melayu menjadi dominan. Tugas sosial bahasa ini pernah begitu kuat, mencerminkan mobilitas dan interaksi antarkelompok di masa lampau.
Sejumlah ahli linguistik seperti Stokhof (1975) menilai bahasa Alor sebagai bagian dari Lamaholot. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa hubungan keduanya jauh lebih kompleks.
Menguji Kekerabatan Bahasa Alor dan Lamaholot Barat
Penelitian Sulistyono membandingkan 13 dialek bahasa Alor dengan 25 dialek Lamaholot Barat melalui metode linguistik historis komparatif. Data Lamaholot diperoleh dari database LexiRumah, sementara data Alor dikumpulkan melalui penelitian lapangan di berbagai desa pesisir.
Kajian ini melihat evolusi bunyi dari Proto Melayu-Polinesia (PMP) → Proto Flores-Lembata (PFL) → Proto Lamaholot Barat (PWL) → Proto Alor (PAL).
Dari analisis tersebut ditemukan bahwa:
- Bahasa Alor mempertahankan banyak ciri Austronesia, namun dengan pola perubahan tersendiri.
- Glotal stop (‘) pada posisi awal kata hilang dalam berbagai dialek Alor.
- Fonem PWL *v mengalami strengthening kembali menjadi w di bahasa Alor—mendekati bentuk PMP.
- Fonem *y dan *j dari PMP mengalami merger dan berubah menjadi dʒ (contoh: kayu → kaʤo).
- Pada posisi akhir kata, bahasa Alor cenderung menghilangkan konsonan penutup, termasuk k, t, dan q.
- Sejumlah vokal akhir berubah dari i menjadi e, dan u menjadi o, menunjukkan pola khas Alor-Pantar.
Temuan-temuan ini mematahkan asumsi lama bahwa bahasa Alor hanyalah varian dari Lamaholot. Sebaliknya, Alor menunjukkan inovasi fonologis yang melampaui perkembangan Lamaholot.
Pengaruh Bahasa Non-Austronesia
Bahasa Alor juga mendapat pengaruh signifikan dari bahasa non-Austronesia seperti Adang dan Blagar. Kontak intens ini menghasilkan:
- penggunaan kata hire sebagai penanda jamak,
- perubahan konstruksi kalimat,
- peminjaman leksikal dan struktural di berbagai dialek.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat tutur bahasa Alor hidup dalam jaringan interaksi multibahasa yang kompleks.
Temuan Fonologis yang Paling Menonjol
Beberapa perubahan fonologis yang dianggap kunci dalam penelitian ini antara lain:
- **PMP R → PFL r → PWL glottal (ʔ) → hilang di Alor
Ini membuktikan jalur perubahan yang berbeda antara Alor dan Lamaholot. - Konsonan akhir menghilang di hampir semua dialek Alor
Contoh:- taqi → tae
- laku → lako
- manuk → manu
- Vokal akhir berubah secara sistematis
- i → e
- u → o
- Merger fonem dan perubahan artikulasi
Fonem j/y dalam PMP berubah menjadi ʤ dalam bahasa Alor (misalnya lajaR → laʤa).
Perubahan-perubahan tersebut cukup signifikan sehingga tidak dapat sekadar dikategorikan sebagai variasi dalam satu bahasa, melainkan sebagai bukti perjalanan evolusi yang mandiri.
Menguatkan Pandangan bahwa Bahasa Alor adalah Bahasa Mandiri
Hasil kajian ini selaras dengan temuan Klamer (2011) yang menyebut bahwa bahasa Alor mengalami penyederhanaan morfologis drastis, berbeda dari Lamaholot yang masih memiliki proses morfologis kompleks. Dengan kata lain, bahasa Alor telah lama keluar dari garis perkembangan Lamaholot Barat.
Penelitian ini membuka jalan bagi rekonstruksi proto-bahasa Western Lamaholot dan juga membawa perspektif baru tentang sejarah migrasi dan interaksi masyarakat di Alor dan Pantar.
Kesimpulan
Kajian fonologi historis ini memberi gambaran jelas bahwa bahasa Alor bukanlah dialek Lamaholot, melainkan bahasa yang berkembang dengan inovasi fonologisnya sendiri. Selain mempertegas identitas linguistik masyarakat Alor, hasil penelitian ini juga memberikan kontribusi besar bagi pemetaan bahasa-bahasa di NTT dan perkembangan studi Austronesia secara global.
Penulis: Redaksi Alor News
Sumber: Repositori Kemendikbud.go.id












