Penulis: Redaksi Alor News
Kalabahi, Alor News — Setiap 30 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Oeang Republik Indonesia (ORI) — sebuah momentum bersejarah yang menandai lahirnya kedaulatan ekonomi Indonesia pasca-proklamasi kemerdekaan yang terjadi pada 30 Oktober 1946. Pada tanggal tersebut, pemerintah secara resmi meluncurkan mata uang nasional pertama, Oeang Republik Indonesia, sebagai lambang kemerdekaan dan identitas bangsa.
Awal Lahirnya Oeang Republik Indonesia
Pasca-proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia menghadapi kekacauan ekonomi. Di berbagai wilayah, masih beredar uang peninggalan penjajahan seperti uang Jepang, uang De Javasche Bank dari masa Hindia Belanda, serta uang NICA terbitan Belanda di daerah pendudukan. Kondisi ini menyebabkan ketidakstabilan moneter dan inflasi yang tinggi karena masyarakat tidak lagi percaya pada nilai uang yang beredar.
Dalam situasi sulit itu, pemerintah Indonesia mengambil langkah berani dengan menciptakan mata uang sendiri sebagai simbol kedaulatan ekonomi. Pada 24 Oktober 1945, Menteri Keuangan A.A. Maramis membentuk panitia pencetakan uang nasional. Desain uang dipercayakan kepada pelukis Abdulsalam dan Soerono, sementara percetakannya dilakukan di beberapa kota, termasuk Jakarta dan Malang.
Karena situasi keamanan yang belum stabil, proses pencetakan berpindah ke Yogyakarta. Hingga pada 30 Oktober 1946, ORI resmi beredar — meski dalam lembarannya tercantum tanggal emisi 17 Oktober 1945. Momentum ini menandai babak baru dalam sejarah ekonomi Indonesia.
Pengumuman Bersejarah oleh Bung Hatta
Sehari sebelum peredaran resmi, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengumumkan penerbitan ORI melalui siaran Radio Republik Indonesia di Yogyakarta. Dalam pidatonya, Hatta menegaskan bahwa lahirnya mata uang nasional adalah tonggak penting dalam membangun kepercayaan diri bangsa yang baru merdeka — bebas dari cengkeraman ekonomi kolonial. Pidato itu menjadi simbol semangat bahwa Indonesia tidak hanya merdeka secara politik, tetapi juga berdaulat dalam bidang ekonomi.
Peran ORI dalam Perjuangan Ekonomi dan Politik
Pada masa awal peredaran, nilai tukar ORI terhadap uang NICA sempat tidak stabil. Namun, di tengah blokade ekonomi Belanda, ORI justru menjadi alat tukar utama di wilayah Republik.
Beberapa daerah bahkan mencetak uang sendiri sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah pusat, seperti OERIDA (Oeang Repoeblik Indonesia Daerah) di Sumatra dan URIPS (Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera).
Meskipun menghadapi banyak tantangan, kehadiran ORI mempertegas semangat Indonesia untuk berdiri di atas kaki sendiri. ORI bukan sekadar alat pembayaran, tetapi juga simbol perlawanan terhadap dominasi ekonomi asing dan wujud nyata kedaulatan nasional.
Dari ORI ke Rupiah
Setelah beredar selama tiga tahun, pada tanggal 2 November 1949 ORI akhirnya berganti nama menjadi Rupiah. Hal ini terjadi tidak lama setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Perubahan ini terjadi semata-mata untuk menyatukan sistem keuangan di seluruh wilayah Indonesia setelah masa perang dan dualisme pemerintahan. Rupiah kemudian menjadi alat pembayaran yang sah secara nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1949 tentang Penggantian Oeang Republik Indonesia dengan Rupiah Republik Indonesia Serikat.
Langkah tersebut menandai babak baru dalam sejarah ekonomi Indonesia, yaitu dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan lewat ORI menuju upaya membangun stabilitas ekonomi nasional dengan satu mata uang tunggal yaitu Rupiah.
Makna Hari Oeang di Masa Kini
Sejak saat itu, 30 Oktober diperingati sebagai Hari Oeang Republik Indonesia. Kementerian Keuangan secara rutin menggelar kegiatan peringatan yang sarat nilai edukatif dan historis — mulai dari seminar, lomba, hingga kampanye publik untuk mengingatkan generasi muda tentang pentingnya kemandirian dan kedaulatan ekonomi.
Pada peringatan ke-79 tahun 2025 ini, hari uang nasional mengangkat tema “Inovasi Keuangan untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Tema ini mendorong adaptasi terhadap perubahan, inovasi dalam teknologi finansial, investasi hijau, dan kebijakan fiskal yang inklusif.
Penutup
Hari Oeang bukan sekadar mengenang lembaran uang pertama Indonesia, melainkan refleksi atas perjuangan bangsa untuk berdiri di atas kedaulatannya sendiri. Dari ORI hingga Rupiah, semangat yang diwariskan adalah semangat percaya diri, berdikari, dan berdaulat secara ekonomi, sebuah warisan berharga yang harus dijaga oleh setiap generasi bangsa.











