Home / Sosial Budaya / Ahmad, Pejuang 103 Tahun yang Mencari Tangga untuk Robek Bendera Belanda di Surabaya

Ahmad, Pejuang 103 Tahun yang Mencari Tangga untuk Robek Bendera Belanda di Surabaya

Mbah Ahmad

Alor News – Di usia yang telah mencapai 103 tahun, semangat juang Amad masih menyala seperti delapan puluh satu tahun silam. Ia adalah salah satu pelaku sejarah perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya, peristiwa yang menjadi bagian penting dalam lahirnya Hari Pahlawan 10 November.

Meski tubuhnya kini renta, Amad masih ingat jelas kobaran semangat arek-arek Suroboyo dalam pertempuran 1945. “Bung Tomo bilang, kita ini sedang dijajah Belanda, perang terus ae,” ujarnya mengenang, dikutip dari Kompas.com, Minggu (9/11/2025).

Dari Mojokerto ke Surabaya

Pada masa itu, usia Amad baru sekitar dua puluh tahun. Ia berasal dari Mojokerto, namun tinggal dan bekerja di sebuah warung nasi di Surabaya. Hingga suatu pagi, 19 September 1945, ia mendengar keramaian di Jalan Kedungturi.
“Orang-orang teriak-teriak sambil mukul tiang listrik, ngajak merobek bendera di Hotel Yamato,” kisahnya.

Ketika itu para pemuda mengajak Ahmad, tanpa banyak pikir ia ikut bergerak. Saat arek-arek Suroboyo kebingungan mencari cara untuk mencapai bendera Belanda yang berkibar di puncak hotel, Amad menjadi sosok yang pertama kali berpikir mencari tangga. “Yang pertama kali mikir nyari tangga, saya,” katanya.

Tangga pertama yang ia temukan belum cukup tinggi, sehingga ia kembali mencari tambahan dua tangga lagi agar bisa mencapai tiang setinggi enam hingga tujuh meter itu. Begitu bendera merah-putih-biru berhasil dirobek bagian birunya, suara tembakan pun terdengar dari arah hotel. “Ada enam kali tembakan, tapi gak tahu arahnya ke mana,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com.

Pertemuan dengan Bung Tomo

Beberapa jam setelah insiden itu, Amad bertemu Bung Tomo di Jalan Tidar. Dari pertemuan singkat itulah ia kemudian diajak ke sebuah gudang senjata peninggalan Jepang yang terkunci rapat.
“Kami pukul-pukul pakai batu sampai gemboknya jebol. Di dalamnya banyak senjata Jepang,” tuturnya.

Bung Tomo, Amad, dan sejumlah pemuda lain kemudian memindahkan senjata-senjata tersebut dengan bantuan tukang becak ke kawasan Jalan Mawar. “Malam itu banyak pemuda kumpul di situ. Anak-anak muda saja yang tersisa, karena banyak orang sudah mengungsi,” katanya.

eberapa hari kemudian, pesawat-pesawat Belanda datang dari arah timur dan membombardir Kota Surabaya. “Belanda datang dari Timur, turun ke Kedung Cowek. Bung Tomo ajak ratusan pemuda turun dari Kapas Krampung. Habis itu sudah carut-marut kondisinya,” kenang Amad.

Bung Tomo dan Seruan Takbir

Dalam ingatan Amad, suara lantang Bung Tomo menjadi nyawa perjuangan rakyat Surabaya. Di tengah dentuman bom dan tembakan, seruan takbir dari corong radio Bung Tomo membakar semangat perlawanan.

“Bung Tomo waktu itu teriak tiga kali Allahu Akbar! sebelum menyerang,” kisah Amad. Seruan itu menggema di seluruh penjuru kota, membuat para pemuda tak gentar menghadapi pasukan Belanda yang bersenjata lengkap.

“Begitu dengar takbirnya, kita tidak takut mati. Rasanya seperti ada tenaga tambahan,” ujar Amad.

Semangat yang Tak Pernah Pudar

Meski pasokan makanan menipis dan kota porak-poranda, semangat perlawanan tak pernah padam. “Karena gigihnya Bung Tomo, orangnya tidak sombong, sederhana, saling menghargai, kita pemuda-pemuda kumpul tidak ada ketakutan,” ujarnya.

Kini, setiap 19 September, Amad selalu menyempatkan diri berkunjung ke Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit), tempat di mana bendera Belanda dulu dirobek. Ia mengenang masa ketika keberanian anak muda menjadi bara yang menyalakan semangat kemerdekaan bangsa.

Seragam veteran yang masih setia ia kenakan, lengkap dengan deretan pin penghargaan di dada kirinya, menjadi simbol abadi bahwa semangat perjuangan tak pernah menua.

Penulis: Redaksi Alor News
Foto: Arsip Nasional RI
Sumber: Kompas.com – Cerita Amad, Veteran Perang 10 November Surabaya, Pencari Tangga untuk Robek Bendera Belanda (10 November 2025)

📝 Catatan Redaksi:
Tulisan ini merupakan hasil penulisan ulang berdasarkan laporan Kompas.com dengan penyuntingan gaya dan sudut pandang redaksional oleh Alor News. Segala kutipan dan fakta utama tetap merujuk pada sumber aslinya.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *