Kupang, Alor News – Kasus penganiayaan yang menimpa dua siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), berinisial KLK dan JSU, terus menjadi sorotan publik setelah video pemukulan brutal oleh seniornya, Bripda TTD, viral di media sosial.
Dalam video berdurasi 26 detik itu, TTD tampak mengenakan kaus polisi warna cokelat, sementara kedua korban memakai seragam lengkap siswa SPN. Sebelum aksi pemukulan terjadi, TTD bahkan meminta rekannya untuk merekam kejadian menggunakan ponsel. Salah satu korban sempat memohon agar tidak dipukul, namun permintaan itu diabaikan. TTD memukul berkali-kali ke arah wajah, perut, dan tubuh korban, serta menendang hingga keduanya tersungkur.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra, membenarkan adanya tindakan kekerasan itu dan menyebut terlapor merupakan personel Ditsamapta Polda NTT. Ia memastikan Kapolda NTT Irjen Rudi Darmoko telah memberikan atensi penuh dan menginstruksikan agar proses pemeriksaan berjalan profesional, transparan, serta sesuai ketentuan hukum dan kode etik Polri.
“Tidak ada toleransi terhadap pelanggaran disiplin maupun etika, khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan. Kapolda NTT telah memberikan arahan tegas agar kasus ini ditangani tuntas oleh Bidang Propam,” ujar Henry, dikutip dari Liputan6.com.
Motif di Balik Penganiayaan
Dilansir dari detikBali, Jumat (14/11/2025), aksi pemukulan diduga dipicu oleh persoalan sepele, kedua korban kedapatan merokok sehingga memicu kemarahan pelaku.
“Berdasarkan pemeriksaan awal oleh Bidpropam Polda NTT, dugaan pemukulan dipicu oleh rasa kesal terduga pelanggar terkait persoalan rokok,” ujar Henry.
Penempatan Khusus dan Pemeriksaan Lanjutan
Bidpropam Polda NTT telah memeriksa kembali dua korban serta menerbitkan Surat Perintah Penempatan Khusus (Patsus) terhadap terlapor sebagai langkah disiplin awal. Henry menegaskan bahwa penanganan kasus ini menjadi bentuk komitmen institusi dalam menjaga kualitas pembinaan internal.
“Polda NTT berkomitmen menjadikan penanganan kasus ini sebagai contoh nyata penerapan nilai asah, asih, dan asuh dalam pembinaan, sekaligus menegaskan bahwa kekerasan tidak memiliki tempat di lingkungan Polri,” ujarnya.
Kondisi Korban
Polda NTT juga melakukan pemeriksaan medis terhadap KLK dan JSU.
“Hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya luka atau memar pada tubuh korban,” jelas Henry. Pemeriksaan lanjutan tetap dilakukan untuk memastikan kondisi kesehatan keduanya.
Setelah kejadian, keluarga kedua siswa mendatangi Mapolda NTT untuk meminta pertanggungjawaban atas insiden itu. Melalui komunikasi dan pendekatan persuasif, keluarga akhirnya menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Polda NTT sebagai bentuk kepercayaan terhadap penanganan kasus.
Harapan Publik
Kasus ini memicu keprihatinan luas dari masyarakat yang berharap agar lingkungan pendidikan kepolisian mencerminkan nilai kedisiplinan, kepemimpinan, dan perlindungan, bukan kekerasan. Publik juga mendorong agar transparansi penegakan hukum dalam kasus ini menjadi momentum bagi Polri untuk memperkuat budaya positif dan mencegah terulangnya tindakan serupa di masa mendatang.
Pewarta: Tim Redaksi Alor News












