Home / Sosial Budaya / Pahlawan dari Timur: Jejak Syarikat Islam Alor dalam Sejarah Kemerdekaan

Pahlawan dari Timur: Jejak Syarikat Islam Alor dalam Sejarah Kemerdekaan

Kalabahi, Alor News – Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia mengenang jasa para pahlawan—mereka yang telah berjuang dan berkorban demi tegaknya kemerdekaan serta martabat bangsa. Momentum Hari Pahlawan tidak hanya menjadi ajang peringatan, tetapi juga refleksi tentang nilai perjuangan, pengorbanan, dan cinta tanah air sebagai warisan para pendahulu.

Selain kisah heroik yang sering terdengar dari pulau Jawa Sumatera dan pulau besar lainnya, ada juga kisah perjuangan dari ujung timur Nusantara yang tak kalah menggetarkan. Di tanah Alor dan Pantar, Nusa Tenggara Timur (NTT), semangat kebangsaan itu juga pernah menyala melalui gerakan Syarikat Islam — organisasi Islam modern yang mengusung nilai keadilan sosial, persaudaraan, dan kebangsaan.

Penelitian terbaru Syarifudin,dkk, (2025), berjudul Islamic Social and Political Movements in East Nusa Tenggara: A Phenomenological Historical Study, terbitan International Journal of Politics and Public Policy (IJPPP) , mengungkap jejak panjang perjuangan Syarikat Islam di wilayah timur Indonesia. Kajian karya Syarifuddin Darajat bersama tim dari Universitas Muhammadiyah Kupang dan Universitas Airlangga ini menyebut bahwa cabang pertama Syarikat Islam di NTT berdiri di Dulolong, Alor, pada tahun 1932.

Gerakan ini datang melalui E. Tajuddin, utusan dari PSII Makassar, dan diterima oleh tokoh-tokoh lokal seperti Lensu Nae Kamahi, Hadji Dasing, dan Hadji Abdul Syukur. Mereka membentuk kepengurusan PSII Dulolong bersama Samiun Boli, Umar Bara, Ahmad Tahir, dan Kalake Prasong. Dari Dulolong, semangat itu menyebar ke Pantar melalui figur seperti Bahudin Lelang, Muhammad Saleh Baso, dan Abdurrahman Daing Matorang.

Menurut Darajat, Syarikat Islam di Alor bukan sekadar organisasi keagamaan, tetapi wadah perjuangan sosial dan politik. Mereka menolak pajak kolonial, memperjuangkan pendidikan rakyat, dan menentang diskriminasi terhadap pribumi. Akibat keberanian itu, sejumlah tokohnya seperti Lensu Nae Kamahi, Ahmad Tahir, Samiun Boli, Hadji Dasing, Umar Bara, dan Bahudin Lelang ditangkap, diasingkan, bahkan disiksa oleh pemerintah kolonial Belanda dan Jepang.

Ketika pendudukan Jepang memaksa rakyat tunduk pada ajaran Shinto, para tokoh Syarikat Islam menolak keras. Mereka membentuk organisasi rahasia PERSIAPAN (Persatuan Islam Alor–Pantar) yang dipimpin Beleng Maleng, Soeleman Abdullah, dan A.B. Thalib untuk mempertahankan keyakinan umat dan melawan penindasan.

Pasca-kemerdekaan, semangat juang itu terus berkembang, terutama dalam bidang pendidikan dan sosial. Di bawah kepemimpinan Bahudin Lelang dan tokoh pendidikan H.S.H. Kamies — yang dalam sejumlah catatan lokal disebut sebagai H. Mustakim S.H. Kammis, pendiri dan pengelola sekolah Tjokroaminoto Baranusa dan Kalabahi — Syarikat Islam mendirikan lembaga pendidikan Islam yang melahirkan generasi terdidik seperti Rayid Lewa Abdul Kadir Goro, Handi Swaka, Lagani Djou, dan Yusup Dusu. Sekolah-sekolah ini menjadi wadah kaderisasi dan basis lahirnya pemimpin lokal di Alor dan NTT.

Tak hanya itu, Bahudin Lelang juga tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Timor (1949) dan berperan penting dalam penghapusan sistem federal Negara Indonesia Timur (NIT), memperjuangkan kembali bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam jurnal tersebut, Darajat menegaskan bahwa perjuangan Syarikat Islam di NTT berbeda dari wilayah lain. Di tengah masyarakat yang majemuk dan beragam agama, Syarikat Islam justru hadir dengan pendekatan damai — memadukan nilai Islam dengan kearifan lokal. “Syarikat Islam di NTT berhasil mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan budaya setempat dan menjadi contoh harmoni sosial-agama di Indonesia Timur,” tulisnya.

Memasuki era modern, Syarikat Islam di NTT terus bertransformasi menjadi kekuatan sosial yang aktif. Tokoh-tokoh seperti Drs. H. Rudin Baly, Drs. H. Lagani Djou, Dr. Zakaria, M.Pd., dan H. Anwar Dopong, S.Sos. kini memimpin organisasi ini melalui kegiatan pendidikan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan. Pada Musyawarah Wilayah II tahun 2023 di Kupang yang dihadiri Sekjen DPP SI Dr. Ferry J. Juliantono, struktur kepengurusan baru ditetapkan untuk periode 2022–2027.

Momentum Hari Pahlawan menjadi saat yang tepat untuk mengenang jasa para pejuang Syarikat Islam dari timur Nusantara — Lensu Nae Kamahi, Bahudin Lelang, Hadji Dasing, Ahmad Tahir, Samiun Boli, Umar Bara, dan rekan-rekan seperjuangan mereka — yang mungkin tak disebut dalam buku teks nasional, namun turut mengukir kemerdekaan dengan darah dan keyakinan.

Dari Dulolong hingga Kupang, mereka menyalakan obor perjuangan yang membuktikan bahwa semangat pahlawan tidak mengenal batas wilayah. Mereka berjuang dengan iman, ilmu, dan pengorbanan,” tulis Syarifuddin Darajat dalam kesimpulan penelitiannya.

Oleh: Redaksi Alor News
Foto: Arsip SDIN Cokroaminoto 2 Kalabahi

Disclaimer

Artikel ini disusun berdasarkan hasil penelitian ilmiah yang dipublikasikan di jurnal akademik serta sumber-sumber arsip dan wawancara lokal. Sebagian informasi masih memerlukan verifikasi tambahan melalui dokumen resmi dan catatan sejarah daerah.
Redaksi Alor News berkomitmen menjaga akurasi informasi dan terbuka terhadap koreksi atau penambahan data dari pembaca dan peneliti lokal.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *