
Kupang, Alor News — Di tengah arus digitalisasi global, pendidikan Indonesia masih bergulat dengan kesenjangan infrastruktur, keterbatasan sumber daya manusia, serta kurikulum yang belum sepenuhnya siap menyongsong kebutuhan abad ke-21.
Fenomena ini terasa nyata di wilayah timur Indonesia, termasuk Kota Kupang, di mana akses terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) belum merata. Padahal, TIK telah menjadi tulang punggung hampir semua aspek kehidupan modern—dari ekonomi, sosial, hingga politik.
SMK Negeri 6 Kupang menjadi salah satu contoh institusi pendidikan yang berupaya menjawab tantangan tersebut. Sekolah ini berani menempatkan TIK sebagai basis kurikulum, terutama melalui tiga program keahlian utama: Pengembangan Perangkat Lunak dan Gim (PPLG), Desain Komunikasi Visual (DKV) serta Teknik Jaringan Komputer, Telekomunikasi (TJKT). Bahkan, ketiga program ini berhasil meraih akreditasi A pada 2024. Capaian ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan bukti bahwa pendidikan berbasis digital di Kupang mampu bersaing secara nasional.
Namun, tantangannya tetap besar. Rasionalisasi kurikulum TIK bukan hanya soal menambahkan mata pelajaran komputer. Lebih dari itu, ia menuntut integrasi teknologi dalam semua mata pelajaran, literasi digital bagi siswa, pelatihan guru, serta investasi infrastruktur. Tanpa dukungan komprehensif, kurikulum TIK akan berhenti sebatas jargon, bukan transformasi nyata.
Di sisi lain, rasionalisasi kurikulum ini juga menuntut perubahan paradigma. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, melainkan fasilitator yang membimbing siswa mengeksplorasi dunia digital. Siswa pun didorong aktif, kreatif, dan kolaboratif dalam memanfaatkan teknologi untuk belajar maupun memecahkan masalah. Dengan demikian, kurikulum TIK tidak hanya menyiapkan keterampilan teknis, tetapi juga soft skills yang sangat dibutuhkan di era digital.
Jika dikaitkan dengan teori tindakan rasional Max Weber, peran kepala sekolah dan guru sebagai aktor utama menjadi penentu. Rasionalisasi kurikulum TIK bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan tindakan strategis yang sarat dengan makna subjektif: pilihan sadar untuk membawa sekolah menuju relevansi global. Pengalaman empiris SMK Negeri 6 Kupang menunjukkan bahwa rasionalisasi kurikulum dapat berhasil bila ada komitmen kelembagaan, partisipasi guru, dan keterlibatan siswa.
Oleh karena itu, rasionalisasi kurikulum TIK di Kota Kupang harus dilihat sebagai investasi jangka panjang. Ia tidak hanya menyiapkan tenaga kerja yang siap pakai, tetapi juga membangun generasi muda yang literat digital, kritis, dan adaptif. Pada titik inilah, pendidikan di wilayah timur Indonesia dapat menjadi motor penggerak transformasi, bukan sekadar pengekor dari pusat.
Rasionalisasi kurikulum TIK adalah langkah niscaya. Kota Kupang, melalui SMK Negeri 6, sudah memulai. Kini, yang dibutuhkan adalah keberanian memperluas model ini ke lebih banyak sekolah, agar kesenjangan digital tidak lagi menjadi wajah buram pendidikan kita.
Penulis: Syufyanto Minggele, S.Kom.,M.Sos (Ketua LSP-P1 SMK Negeri 6 Kupang)












